Mengapa Tidak Semua Orang Paham Kita?
2024-11-03

Mengapa tidak semua orang paham kita? Setiap orang membawa cerita, luka, dan keberhasilan yang berbeda, sehingga sulit bagi sebagian orang untuk mengerti sepenuhnya pengalaman batin seseorang. Perbedaan konteks hidup, budaya, dan latar belakang membentuk pandangan yang unik, membuat upaya untuk saling memahami menjadi perjalanan yang penuh tantangan dan keheningan.
Komunikasi kita sering terhambat oleh perbedaan cara berpikir dan nilai yang telah tertanam sejak lama. Kata-kata yang diucapkan terkadang tidak cukup untuk menyampaikan esensi perasaan, sehingga membuat jarak antara setip orang semakin melebar. Hal ini menciptakan keretakan dalam hubungan, dimana upaya menjembatani perbedaan menjadi semakin sulit dilakukan.
Gesekan yang muncul dari perbedaan ini tidak jarang berubah menjadi konflik yang intens. Ketika perbedaan persepsi dan pemikiran tidak diselesaikan dengan saling pengertian, luka batin pun mulai muncul. Konflik ini tidak hanya menghancurkan kepercayaan, tetapi juga menutup pintu dialog yang seharusnya dapat membawa penyembuhan dalam hubungan antar manusia.
Ambisi dan kepentingan pribadi kerap menambah kompleksitas situasi. Dalam kondisi di mana ego berkuasa, dialog yang seharusnya menjadi jembatan untuk memahami perbedaan malah berubah menjadi pertarungan sengit. Pertarungan ini, yang didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan atau pengakuan, seringkali membuat kita terperangkap dalam lingkaran egoisme yang merusak keharmonisan sosial.

Dalam kisah epik Mahabharata, hadir sosok Sangkuni yang terkenal dengan kecerdikannya dalam mengadu domba. Sangkuni dengan lihai memanfaatkan celah emosi dan kelemahan manusia untuk mengobarkan konflik demi keuntungan pribadi. Kisahnya menjadi cermin betapa mudahnya konflik dipicu oleh manipulasi, di mana perbedaan kecil bisa dieksploitasi hingga menimbulkan perpecahan besar di antara kerabat dan sahabat.
Refleksi terhadap Mahabharata mengungkapkan bahwa konflik yang lahir dari manipulasi dan ambisi dapat merobek ikatan sosial yang sudah rapuh. Perpecahan yang terjadi bukan hanya mengenai pertikaian ideologi, melainkan juga menghancurkan rasa kebersamaan dan kepercayaan antar sesama. Keretakan ini mengingatkan kita bahwa jika tidak ada upaya untuk mengerti, luka batin yang mendalam akan terus menggerogoti fondasi hubungan manusia.

Sebagai solusi, stoikisme menawarkan jalan keluar dengan mengajarkan untuk menerima ketidaksempurnaan dan bersikap 'bodo amat' terhadap hal-hal yang berada di luar kendali. Dengan menanamkan filosofi stoik, kita belajar mempertahankan kedamaian batin, melepaskan ego, dan menyikapi perbedaan dengan lapang dada. Pendekatan ini membantu kita untuk tidak terjebak dalam konflik, melainkan untuk terus mengalir dalam irama kehidupan yang penuh keberagaman dan harmoni. Intinya jadilah stoik, santai adalah kunci.